Pelajar Asing vs Pelajar Pribumi


Carilah Ilmu walau sampai negeri cina. Itulah ungkapan Rasulullah yang pas untuk mencari ilmu ke negeri orang. Ajakan atau saran dari seorang nabi untuk kita belajar di negeri orang. Fenomena yang terjadi di negara kita adalah banyak orang orang pergi keluar negeri untuk belajar. Fenomena lain yang terlihat adalah justru negara lain ingin belajar ke Indonesia.

Mahasiswa asing. Itulah kebanggaan kita ketika ada orang asing datang ke Indonesia untuk belajar. Sudah menjadi bukti bahwa eksistensi pendidikan kita dihargai oleh negeri luar. Bukti bahwa negara ini adalah negara yang kaya sumber daya manusia juga kaya sumber daya alamnya. 

Mahasiswa asing termasuk omzet luar biasa bagi negeri ini. Ketertarikan itulah yang membuat kita harusnya bangga menerima orang asing untuk negera kita. Namun perlu diketahui bahwa mereka ini akan menjadi orang sangat bangga ketika kembali kenegaranya. Mereka akan menceritakan bahwa negara kita adalah negara yang elok, santun, berbudaya dan menghargai mereka.

Mahasiswa asing ini akan tetap ingat negara kita dalam kenangan mereka. Keadaan ini berbanding terbalik ketika ada sebuah berita mengejutkan yang datang dari media. Banyak tagline bertuliskan “ video mesum SMP Jakarta”. Ironis memang. 

Saat negara ini bangga dengan kedatangan mahasiswa Asing malah justru siswa SMP mencoreng nama sekolahan dan juga nama negara ini. Lalu siapakah yang salah? Pertanyaan yang selalu muncul dalam benak masyarakat kala kesalahan salah satu pihak menjadi cerminan besar untuk negara ini. Pemerintah yang sedang gencar gencarnya mempromosikan kurikulum baru.. Kurikulum yang dianggap sebagai ajang “percobaan” bagi sekolah.

Justru malah mengernyit dahi karena eksperimen mereka dianggap bukan hal layak. Karena kasus ini. Bukan hanya kali ini, kasus ini terjadi. Berbagai macam kasus tentang pelecehan, pemerkosaaan, dan lainnya telah marak terjadi. Imbasnya juga kepada pemerintah yang salah dan kurang peduli dengan moral bangsa.

 Padahal jika kita tarik garis besar, bukan pemerintah saja yang harus disalahkan. Justru pengawasan dari orang tua dan sekolah yang harusnya bertanggung jawab atas masalah ini. Pemerintah hanya sebagai jembatan untuk memberikan “layak studi” bukan untuk mengawasi perorangan tindakan siswa. Lalu bagaimana tentang pendidikan agama di sekolah?

Pertanyaan yang kedua muncul. Kita ambil contoh jika dalam seminggu ada 3 jam mata pelajaran pendidikan agama. Harusnya lebih ditingkatkan. Di sinilah peran guru. Guru yang memang benar-benar mengerti agama harusnya memberikan materi agama itu lebih. 

Bukan hanya bertugas mengajar dikelas, namun tidak tahu bagaimana tindakan siswanya di dalam kelas yang telah mencoreng nama sekolah. Pengawasan yang kurang dari guru dan pihak sekolah membuat siswa seenaknya sendiri. Jangan membiarkan jam kosong ada, kala guru sedang cuti atau malah sibuk merumpi di ruang guru.

Justru harus memberikan guru pengganti untuk mengajar atau cepat cepat mengajar jika memang sudah jam pelajaran dimulai. Pengawasan dari orang tuapun juga perlu, kala anaknya diluar sekolah. Kesibukan orang tua yang kurang memperhatikan anaknya juga bisa menjadi penyebab “liarnya” seorang anak. Peran orang tua juga dituntut di sini. Bagaimana orang tua juga mengajari anak anaknya tentang agama. Minimal mengantar/mengajak mereka ke tempat belajar agama.

Jika memang sangat terdesak, bisa undang guru ngaji datang ke rumah. Sekedar memberi pengarahan tentang agama atau mengajarkan ilmu agama. Jika ingin anaknya tahu tentang agama lebih bisa menitipkan ke pesantren. 

Itu cara efektif anak terhindar dari tindakan amoral. Lalu bagaimana dengan lingkungan sekitar? Disini orang tua dituntut memberikan pengarahan juga tentang kondisi luar rumah mereka. Memberikan informasi tentang luar rumah, atau mencari anaknya yang sedang di luar rumah. Agar orang tua tahu dengan siapa anaknya berteman.

Kondisi lingkungan anaknya seperti apa. Namun jika semua hal itu tak bisa efektif. Kita perlu bertanya tentang pribadi masing masing atau anak itu sendiri. Kenapa bersikap amoral yang malah justru mencemarkan nama baik keluarga dan sekolah. PR besar bagi siapa saja yang memiliki pribadi itu. 

Kembali ke masalah mahasiswa asing. Kebanggaan mereka kuliah di Indonesia berdampak besar untuk negara ini. Inilah tolok ukur untuk negara berkembang buat kita. Ada beberapa kampus negeri bahkan swasta yang telah menerima mahasiswa asing tersebut.

Seperti Unnes Semarang, Universitas Wahid Hasyim Semarang, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, bahkan universitas lain baik negeri atau swasta yang kedatangan “tamu” mahasiswa asing. Jauh sebelum mereka masuk ke negara ini, ada proses panjang yang harus mereka lalui sebelum masuk Indonesia. 

Mereka harus dikenalkan budaya, sosial, dan bahasa negara Indonesia dari negara mereka. Jika proses ini sudah berjalan dengan baik. Proses selanjutnya adalah memudahkan mereka belajar. Disinilah peran aktif bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam menangani hal ini untuk mengenalkan INILAH INDONESIA.

Pemerintah sebagai fasilisator untuk mereka masuk Indonesia sedangkan masyarakat membantu proses mereka belajar. Namun masalah yang selalu terjadi saat mahasiswa asing Indonesia adalah komunikasi mereka dengan masyarakat menjadi terhambat. 

Karena kurangnya kepedulian kita terhadap warga asing yang tinggal di Indonesia untuk mengenalkan antropolgi yang menjadi salah satu hal penting buat mereka mengenal negeri ini. Atau mahasiswa asing kurang mengerti antropologi Indonesia. Hal ini berdampak kurang nyaman untuk mahasiswa asing. Kelebihan lain dari mahasiswa asing, kita dapat mengenal antropologi negara mereka secara tidak langsung.

Dengan melihat pola hidup mereka , mulai tatacara pergaulan, komunikasi bahkan adat mereka ketika di Indonesia. Sudah hal pasti kita harus mengerti mereka. Namun dari pemerintah sebaiknya menyeleksi sebelum mereka masuk ke Indonesia, apakah mereka benar – benar mampu dan mau belajar di Indonesia?. Atau justru pemerintahlah yang menghambat mereka untuk proses belajar mengajar. Dan siapkah Universitas menampung mereka untuk belajar?

Tanggung jawab yang harus dipikul bersama saat ini. Dua mata pisau yang berbeda, masih banggakah pemerintah dengan pelajar asing atau justru kecewa dengan pelajar pribumi yang mencoreng nama pemerintah?

Ditulis Oleh Nahar   
Sumber Citizennews.com

0 Response to "Pelajar Asing vs Pelajar Pribumi"

Post a Comment