Diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal, Nabi SAW bersabda, Allah SWT pernah hadir dengan wajah terindah-Nya dalam mimpi. Lalu Allah menyampaikan sabda-Nya. Pada akhir sabda itu, Allah berkata: Bermohonlah kepada-Ku!
Beliau pun berdoa: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk selalu berbuat baik, meninggalkan kemungkaran, mencintai orang-orang miskin. Aku juga memohon ampunan dan rahmat dari-Mu. Jika Engkau menghendaki suatu kaum itu mendapat fitnah, wafatkanlah aku tanpa ada fitnah. Aku memohon kepada-Mu agar selalu mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang Kau cintai, dan mencintai amalan yang dapat mendekatkan diriku untuk selalu mencintai-Mu. Rasulullah kemudian berkata, mimpiku itu sungguh benar. Karena itu, pelajari dan ajarkanlah kepada orang lain.” (HR At-Turmudzi dan Ahmad)
Jika Nabi SAW saja memohon kepada Allah untuk dapat mencintai-Nya, maka sebagai umatnya kita tentu harus berupaya lebih serius dan optimal dalam meraih cinta-Nya karena cinta Ilahi merupakan sumber energi dan inspirasi untuk meraih kemuliaan dan kedekatan diri dengan-Nya. Cinta sejati adalah cinta yang tulus kepada Dzat yang maha dicintai, cinta Ilahi.
Cinta dalam bahasa Arab, antara lain, disebut hubb atau mahabbah. Kedua kata ini mengandung arti cinta sepenuh hati, tulus, penuh komitmen dan ketaatan. Orang yang mencintai Allah berarti selalu menghadirkan Allah dalam hati, pikiran, dan amal perbuatannya.
Energi cinta Ilahi melahirkan rasa ikhlas dan tidak berat hati dalam beribadah, komitmen kuat untuk berbuat yang terbaik semata-mata mengharapkan ridha-Nya. Mahabbah yang sejati hanya menomorsatukan cintanya kepada Allah, tidak kepada diri sendiri, orang tua, atau orang lain.
Di hadapan Nabi SAW, Umar bin al-Khattab pernah berkata: Ya Rasulullah, demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri.
Rasul lalu meluruskan perkataan Umar: “Tidak, wahai Umar, engkau harus mencintai diriku melebihi cintamu kepada dirimu sendiri.” Umar berkata lagi: “Demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Nabi SAW menjawab: “Benar, Umar. Tambatkan cintamu kepadaku itu dari sekarang!” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Cinta kepada Allah dan Rasul merupakan wujud dari manisnya iman. Dari Anas RA, Nabi SAW bersabda: “ Ada tiga hal yang membuat seseorang mendapat manisnya iman, yaitu: Allah dan Rasul lebih dicintai daripada selain keduanya; seseorang mencintai orang lain hanya karena Allah, dan membenci untuk kembali kepada kekufuran setelah diselamatkan oleh Allah seperti halnya membenci untuk dicampakkan ke dalam neraka.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Agar energi positif dari cinta Ilahi itu teraktualisasi dalam kemuliaan akhlak, Imam al-Ghazali memberikan sejumlah amalan penting berikut. Pertama, biasakan diri membaca al-Qur’an disertai tadabbur (pemahaman, penghayatan dan perenungan, sehingga meresap dalam hati).
Kedua, perbanyak amalan sunah di samping menjalankan amalan wajib. Ketiga, selalu berzikir kepada Allah dalam kondisi apapun dengan bertasbih, bertahmid, dan bertahlil.
Keempat, jauhi cinta karena hawa nafsu karena itu dapat menggelapkan mati hati dan pikiran, dan pada gilirannya dapat menyesatkan, seperti cinta kuasa dan harta yang berlebihan. Akibatnya, cinta nafsu ini dapat menghalalkan segala cara.
Kelima, banyak bergaul dengan orang-orang salih dan jujur. Keenam, selalu bermunajat dan memohon seperti doa Rasul tersebut. Ketujuh, syukuri dan maknai semua nikmat-Nya dengan menaati-Nya. Kedelapan, jauhi penyakit hati (takabur, riya’, iri, nifaq, dan sebagainya) agar mendapat pencerahan nurani.
Cinta Ilahi seperti itulah yang pada gilirannya dapat mengantarkan hamba selalu mendekatkan diri kepada-Nya, sehingga ia selalu berusaha memperoleh cinta dan ampunan dari-Nya.
“Katakanlah (Muhammad), jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya engkau akan dicintai Allah dan diampuni dosa-dosa kalian…” (QS Ali Imran [3]: 31).
Mahabbah kepada Allah dan Rasul adalah cinta yang tidak membutakan hati dan pikiran, sehingga hamba tidak tersesat dalam menapaki jalan kehidupan menuju kebenaran, kemuliaan, kebahagiaan, dan ampunan. Wallahu A’lam bish-shawab!
Oleh : Muhbib Abdul Wahab
Sumber : replubika.com
Beliau pun berdoa: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk selalu berbuat baik, meninggalkan kemungkaran, mencintai orang-orang miskin. Aku juga memohon ampunan dan rahmat dari-Mu. Jika Engkau menghendaki suatu kaum itu mendapat fitnah, wafatkanlah aku tanpa ada fitnah. Aku memohon kepada-Mu agar selalu mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang Kau cintai, dan mencintai amalan yang dapat mendekatkan diriku untuk selalu mencintai-Mu. Rasulullah kemudian berkata, mimpiku itu sungguh benar. Karena itu, pelajari dan ajarkanlah kepada orang lain.” (HR At-Turmudzi dan Ahmad)
Jika Nabi SAW saja memohon kepada Allah untuk dapat mencintai-Nya, maka sebagai umatnya kita tentu harus berupaya lebih serius dan optimal dalam meraih cinta-Nya karena cinta Ilahi merupakan sumber energi dan inspirasi untuk meraih kemuliaan dan kedekatan diri dengan-Nya. Cinta sejati adalah cinta yang tulus kepada Dzat yang maha dicintai, cinta Ilahi.
Cinta dalam bahasa Arab, antara lain, disebut hubb atau mahabbah. Kedua kata ini mengandung arti cinta sepenuh hati, tulus, penuh komitmen dan ketaatan. Orang yang mencintai Allah berarti selalu menghadirkan Allah dalam hati, pikiran, dan amal perbuatannya.
Energi cinta Ilahi melahirkan rasa ikhlas dan tidak berat hati dalam beribadah, komitmen kuat untuk berbuat yang terbaik semata-mata mengharapkan ridha-Nya. Mahabbah yang sejati hanya menomorsatukan cintanya kepada Allah, tidak kepada diri sendiri, orang tua, atau orang lain.
Di hadapan Nabi SAW, Umar bin al-Khattab pernah berkata: Ya Rasulullah, demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri.
Rasul lalu meluruskan perkataan Umar: “Tidak, wahai Umar, engkau harus mencintai diriku melebihi cintamu kepada dirimu sendiri.” Umar berkata lagi: “Demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Nabi SAW menjawab: “Benar, Umar. Tambatkan cintamu kepadaku itu dari sekarang!” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Cinta kepada Allah dan Rasul merupakan wujud dari manisnya iman. Dari Anas RA, Nabi SAW bersabda: “ Ada tiga hal yang membuat seseorang mendapat manisnya iman, yaitu: Allah dan Rasul lebih dicintai daripada selain keduanya; seseorang mencintai orang lain hanya karena Allah, dan membenci untuk kembali kepada kekufuran setelah diselamatkan oleh Allah seperti halnya membenci untuk dicampakkan ke dalam neraka.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Agar energi positif dari cinta Ilahi itu teraktualisasi dalam kemuliaan akhlak, Imam al-Ghazali memberikan sejumlah amalan penting berikut. Pertama, biasakan diri membaca al-Qur’an disertai tadabbur (pemahaman, penghayatan dan perenungan, sehingga meresap dalam hati).
Kedua, perbanyak amalan sunah di samping menjalankan amalan wajib. Ketiga, selalu berzikir kepada Allah dalam kondisi apapun dengan bertasbih, bertahmid, dan bertahlil.
Keempat, jauhi cinta karena hawa nafsu karena itu dapat menggelapkan mati hati dan pikiran, dan pada gilirannya dapat menyesatkan, seperti cinta kuasa dan harta yang berlebihan. Akibatnya, cinta nafsu ini dapat menghalalkan segala cara.
Kelima, banyak bergaul dengan orang-orang salih dan jujur. Keenam, selalu bermunajat dan memohon seperti doa Rasul tersebut. Ketujuh, syukuri dan maknai semua nikmat-Nya dengan menaati-Nya. Kedelapan, jauhi penyakit hati (takabur, riya’, iri, nifaq, dan sebagainya) agar mendapat pencerahan nurani.
Cinta Ilahi seperti itulah yang pada gilirannya dapat mengantarkan hamba selalu mendekatkan diri kepada-Nya, sehingga ia selalu berusaha memperoleh cinta dan ampunan dari-Nya.
“Katakanlah (Muhammad), jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya engkau akan dicintai Allah dan diampuni dosa-dosa kalian…” (QS Ali Imran [3]: 31).
Mahabbah kepada Allah dan Rasul adalah cinta yang tidak membutakan hati dan pikiran, sehingga hamba tidak tersesat dalam menapaki jalan kehidupan menuju kebenaran, kemuliaan, kebahagiaan, dan ampunan. Wallahu A’lam bish-shawab!
Oleh : Muhbib Abdul Wahab
Sumber : replubika.com
0 Response to "Cinta Sejati Adalah Cinta Kepada Ilahi"
Post a Comment