Peningkatan Kejahatan Remaja Bersumber dari Masalah Pendidikan di Keluarga


Psikolog dari Lembaga Daya Insani dr Sani B Hermawan mengatakan, pendidikan sejak kecil dan lingkungan keluarga menjadi hal yang paling berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya seseorang. Menjelang dewasa muda, sekitar usia 16-18 tahun, seorang remaja berada di tahap emosional yang tinggi. Inilah salah satu pemicu terjadinya tindak kekerasan seperti tawuran antarpelajar, bahkan hingga kasus pembunuhan.

Menurut Sani, 10 tahun belakangan ini tindak kejahatan dan kekerasan yang dilakukan oleh remaja semakin meningkat. Tragisnya, pemicu tindakan kekerasan tersebut umum kali berasal dari hal yang sepele. Emosi negatif yang gampang terpancing kerap membuat hal sepele dipandang sebagai sebuah masalah yang besar hingga membuatnya ingin membalas dengan tindakan yang tidak terpuji.


Perkembangan teknologi dan sosial media juga bisa menyumbang pengaruh tumbuh kembang anak-anak masa kini. Tayangan kekerasan di media, games dengan visualisasi yang menyeramkan dan kekerasan yang diagungkan, serta kebebasan untuk berkata-kata tanpa "saringan" di media sosial, adalah menjadi hal yang harus diperhatikan.


Selain itu semua, hal yang menjadi dasar tetap adalah pendidikan, pengalaman, dan nilai-nilai kehidupan serta moral yang didapat semenjak kecil. Ini menjadi kunci perkembangan seorang anak.


Sani menambahkan, orangtua tidak bisa berharap pendidikan moral anak akan terpenuhi di institusi belajar formal. Pelajaran moral harus diberikan oleh keluarga, ditambahkan oleh sekolah/institusi belajar, dan kemudian dilatih dalam kehidupan sehari-hari.


Teori tentang nilai-nilai yang didapat oleh anak seharusnya dipantau oleh orangtua agar dapat diamalkan dalam pergaulan, misalnya nilai-nilai tenggang rasa dan sebagainya. Masyarakat sebagai lingkungan kedua setelah keluarga juga harus bisa memberikan contoh yang baik kepada anak-anak dan remaja.


Lebih lanjut, menurut Sani, saat ini pemerintah sebagai pembuat regulasi juga harus dengan baik memainkan perannya. Saat ini tidak sedikit lembaga pemerintahan yang menyediakan jasa konsultasi bagi anggota masyarakat yang membutuhkan bantuan. Di sekolah-sekolah pun sudah ada badan konseling. Sayangnya, hal ini belum maksimal dilakukan.


Menurut Sani, badan konseling seperti yang dipimpinnya adalah tempat bagi orang-orang yang sadar akan posisinya dan masalah yang sedang dihadapi. Sementara apa yang terjadi saat ini, banyak para pelaku kejahatan dan kekerasan yang tidak menyadari sedang membutuhkan bantuan.


Awal bulan ini, media marak memberitakan tragisnya pembunuhan dua pemudi bernama Ade Sara (19) dan Mia Nuraini (16) oleh pemuda berusia sepantaran mereka. Fenomena ini sepatutnya menjadi pelajaran berharga untuk dipetik bagi orangtua untuk semakin memperhatikan anak-anaknya, bukan hanya untuk melindungi diri, tetapi agar tidak menyakiti orang lain.


Kejadian penganiayaan yang dialami Ade Sara dan pengeroyokan hingga tewas yang menimpa Mia Nuraini, menurut Sani, erat kaitannya dengan pengalaman yang didapat pelaku sedari kecil. Menurut Sani, besar kemungkinan, para pelaku kekurangan nilai positif dari keluarga.


Menanggapi kejadian pembunuhan Ade Sara oleh Hafidz dan Assyifa, menurut Sani, didasari niat dan pelaku utama (Hafidz) yang merasa mendapatkan pasangan yang sepakat melakukan hal tersebut. Jika saja Hafidz tidak berpacaran dengan Assyifa, mungkin hasilnya akan berbeda. Sementara untuk kejadian yang dialami oleh Mia Nuraini, menurut Sani, merupakan sebuah bentuk rasa kesetiakawanan yang sudah bergeser maknanya.


Penulis : Meissa Putri/NAD
Sumber :  Beritasatu.com

0 Response to "Peningkatan Kejahatan Remaja Bersumber dari Masalah Pendidikan di Keluarga"

Post a Comment