Perguruan Tinggi Harus Introspeksi Lahirkan Intelektual


Saat ini terjadi adalah paradoks pada perguruan tinggi. Alih-alih menjadi intelektual yang menjadi panutan masyarakat, fenomena yang ada justru ketika setiap hari lahir puluhan doktor, namun justru kita semakin merasakan tidak ada intelektual yang muncul.

“Perguruan tinggi harus introspeksi untuk dapat melahirkan intelektual yang menjadi panutan masyarakat,” tandas Pembantu Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Lukman Hakim, SE, Msi, PhD saat berbicara tentang Intelektual Perguruan Tinggi, di Kampus FEB, UNS, Solo.


Menurut Lukman, sesungguhnya saat ini masyarakat merindukan kembali peranan intelektual dan perguruan tinggi dalam mengawal proses perubahan sosial. 


Karena itu, perguruan tinggi perlu melakukan refleksi kembali apa yang salah dari perguruan tinggi sehingga tidak melahirkan intelektual? Pertanyaan berikut adalah bagaimana cara membangun kembali tradisi intelektual di kampus-kampus?

Lukman mengakui bahwa seiring dengan waktu, pengertian intelektual mengalamai perubahan yang dinamis sesuai dengan konteksnya. Menyitir Edward Shils (1960) bahwa intelektual dalam konteks modern agak berbeda dengan masa lampau terutama berhubungan dengan atribut yang mereka miliki yakni tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tinggi.


Kelompok ini biasanya terlahir dari dunia pendidikan tinggi atau universitas yang bertanggungjawab untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan sekaligus melahirkan para ahli dalam bidangnya. Oleh sebab itu, intelektual zaman modern biasanya lahir dari perguruan tinggi. Sebagai contoh, Adam Smith, Karl Marx, dan Albert Einstein adalah meraih gelar doktor dari perguruan tinggi yang sangat berpengaruh terhadap karya-karya mereka selanjutnya.


“Kecenderungan ini juga semakin terlihat pada abad ke 20 dan 21 ini, bahwa intelektual selalu berimpit dengan perguruan tinggi. Dengan kata lain bahwa abad milenium ini universitaslah, lembaga paling bertanggungjawab terhadap lahirnya kelompok intelektual ini,” ujarnya.


Dalam rentang sejarah perjuangan Indonesia, menurut dosen FEB UNS tersebut, kita banyak menyaksikan intelektual yang telah hadir yang nota bene adalah para founding fathers Republik ini. Kita mengenal tokoh-tokoh ini lewat tulisannya seperti dwi tunggal Proklamator kita Soekarno dan Mohamad Hatta. Kemudian ada nama yang tidak asing seperti Muhamad Yamin, Soetan Sahrir dan para pemikir sejamannya. 


Pada masa Orde Baru muncul juga para intelektual yang pemikirannya menjadi insipirasi perubahan masyarakat seperti Sumitro Djojohadikusumo dari Universitas Indonesia, Sajogyo dari Institut Pertanian Bogor dan juga Mubyarto dari Universitas Gadjah Mada.

“Namun memasuki dekade 2000-an, justru ketika jumlah doktor dan profesor meningkat, kelompok intelektual yang kita harapkan tampaknya tidak muncul,” pungkasnya.


Sumber : Timlo.net

0 Response to "Perguruan Tinggi Harus Introspeksi Lahirkan Intelektual"

Post a Comment