Membangun Mental Anak agar Mudah Minta Maaf dan Memaafkan


Orangtua zaman sekarang umumnya kerap menyepelekan pengembangan kemampuan meminta maaf dan mudah memaafkan dalam diri anak. Hal ini mungkin karena orangtua lebih mementingkan pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler akademis lainnya.
 
Padahal, untuk membentuk buah hati menjadi seseorang yang berkualitas dan bermanfaat bagi keluarga serta khalayak luas, mereka harus terlebih dulu memiliki rasa empati, toleransi, kompromi, dan kemampuan memaafkan orang lain.

Sifat mudah memaafkan mencerminkan jiwa nan bijaksana dan ikhlas. Seperti yang dikutip dari Positive Parenting Solutions, anak yang peka terhadap hal-hal kemanusiaan dapat menjadi seorang pemimpin hebat pada masa mendatang. Berikut beberapa kiat mengasuh anak agar mudah memaafkan orang lain.

Gali alasan mengapa anak menolak minta maaf
Cari tahu apa yang membuat anak sulit meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang lain. Dengarkan saat mereka bercerita lewat komunikasi dua arah, pikiran Anda sebagai orangtua jadi lebih terbuka setelah mengetahui alasan utama mengapa anak menolak meminta maaf.

Apabila dari ceritanya terkuak bahwa sesungguhnya si kecil yang salah, sebagai orangtua, Anda harus bersikap netral, tidak berpihak, baik kepada anak maupun temannya yang menjadi “korban”. Sebab, jika anak melihat orangtuanya membela mereka meskipun mereka salah, secara tidak langsung ini bisa menciptakan sifat “kebal hukum” pada diri anak. Jangankan meminta maaf, bisa jadi anak malah tidak akan pernah merasa salah.

Konsisten dan jangan memaksa anak
Tidak sedikit orangtua yang memaksa anak untuk minta maaf, terutama saat berada di ruang publik, tujuannya lebih pada agar lingkungan sosial melihat mereka sebagai orangtua yang sadar akan etika bersosialisasi. Padahal, gaya mengasuh yang demikian hanya akan mengerdilkan mental anak. Sebab, anak akan melihat Anda sebagai orangtua yang tidak konsisten karena aturan yang Anda terapkan hanya berlaku ketika ada orang lain. Namun, setibanya di rumah, jangankan memberikan nasihat pada si kecil, membahasnya pun tidak.

Menurut penulis buku How to Behave So Your Preschooler Will, Too!, Sal Severe, PhD, seperti dikutip dari Parents, ketika anak mulai sadar bahwa paksaan untuk mereka minta maaf saat berbuat salah hanya sekadar pencitraan belaka, maka bisa jadi anak akan lebih sering mengabaikan larangan dan peraturan yang dibuat orangtua, baik di dalam rumah maupun di luar rumah.

Berikan contoh perilaku memaafkan
Selain mengajarkan tata cara untuk meminta maaf, orangtua juga perlu mencontohkan sikap yang mereka harapkan tumbuh pada diri anak. Jangan menjadi orangtua diktator yang cuma bisa mengatur anak untuk taat pada aturan, sedangkan Anda sendiri berulang kali melanggarnya. Disarankan untuk lebih sering memberikan contoh nyata, misalkan suami terlambat hadir pada makan malam yang telah Anda rencanakan untuknya. Walaupun jengkel, jangan perlihatkan emosi negatif tersebut di depan anak.

Toleransi waktu sebagai bentuk kompromi
Hindari menyuruh anak meminta maaf pada saat itu juga. Sebab, kemampuan meredakan emosi pada setiap anak berbeda-beda. Ada yang membutuhkan waktu sebentar, ada yang membutuhkan waktu lama untuk memberikan maaf kepada orang lain. Berikan tenggat waktu meminta maaf sesuai dengan karakter dasar anak. Tujuannya, agar permintaan maaf yang dihaturkan oleh anak benar-benar tulus dari hati dan pikiran mereka. 

Sumber : Kompas.com

0 Response to "Membangun Mental Anak agar Mudah Minta Maaf dan Memaafkan"

Post a Comment