Sepakbola adalah permainan yang terdiri dari menyerang, bertahan, dan transisi. Dalam ketiga momen tersebut terdapat banyak aksi sepakbola. AKSI sepakbola tentunya adalah produk dari KEPUTUSAN yang BAIK dan EKSEKUSI yang BAIK.
Secara sederhana, KEPUTUSAN dibuat di otak, sedangkan EKSEKUSI dikerjakan oleh otot sesuai perintah otak. Keberadaan sports science haruslah bekerja dengan referensi sepakbola di atas. Sports science wajib menunjang kemampuan pemain dalam mengambil KEPUTUSAN dan meng-EKSEKUSI AKSI SEPAKBOLA.
Dirk Zoutewelle adalah peneliti nutrisi yang mengedepankan konsep “Football Brain Fuel”. Dalam hal ini Dirk melakukan berbagai riset untuk mencari pola nutrisi yang mampu menunjang kinerja otak. Tentu saja dalam konteks sepakbola terkait pengembangan kemampuan OTAK untuk terus berpikir sepakbola yang berujung pada KEPUTUSAN sepakbola berkualitas.
Dasar Riset
Dalam satu dasawarsa terakhir ini, ilmu nutrisi dalam sports science berkembang begitu pesat. Hal ini didorong oleh banyaknya temuan dalam ilmu pengetahuan. Pertama, meningkatnya level laktat dan toleransi. Lalu, riset yang menyatakan adanya hubungan erat dan terkait satu sama lain antara otak, saraf, hormon, dan sistem kekebalan. Juga, terakhir temuan riset DNA dalam hal pembuatan profil nutrigenomic dan physiogenomic.
Berbagai hal di atas menjadi dasar bagi Dirk Zoutewelle untuk melakukan kajian lebih mendalam terkait nutrisi untuk otak sepakbola. Seperti yang telah disampaikan di seri pertama tulisan, peningkatan kemampuan sepakbola wajib meliputi sebagai berikut:
• Aksi yang lebih baik.
• Aksi yang lebih sering.
• Memelihara aksi baik selama 90 menit.
• Memelihara aksi sering selama 90 menit.
Terkait pada tuntutan peningkatan kemampuan sepakbola di atas, peran nutrisi tidak boleh keluar dari referensi sepakbola tersebut. Kesalahan umum selama ini yang dilakukan para nutrisionis adalah mereka bicara dengan “bahasa” dan “parameter” sendiri. Celakanya, hal tersebut seringkali tidak berhubungan dengan performa sepakbola.
Nutrisionis mengelola pola asupan gizi pesepakbola untuk mengejar target kadar kalori atau kolesterol tertentu misalnya. Tetapi melupakan fungsionalitas dari asupan gizi pada tiap pemain untuk tuntutan performa sepakbolanya. Nutrisionis juga selalu melupakan detail sepakbola. Seperti tuntutan dan fungsi posisi bermain, periodisasi latihan yang semuanya berhubungan dengan fungsionalitas pemberian asupan gizi pada pemain.
Neurotransmitter
Nutrisi untuk otak amat terkait dengan neurotransmitter. Yaitu suatu senyawa kimia di mana sistem di pusat saraf berkomunikasi dengan otak. Dirk menyampaikan empat jenis neurotransmitter yang amat penting, yakni: Dopamine, GABA, Acetycholine, dan Serotonine.
Dopamine adalah neurotransmitter yang berhubungan dengan energi dan kekuatan. Membuat otak untuk terus fokus, pantang menyerah, dan tidak cepat puas. Dalam konteks sepakbola tentu saja ini terkait dengan kemampuan terus berpikir sepakbola selama 90’. Pesepakbola dengan kadar dopamine baik tentu mampu terus memikirkan dan mengambil keputusan untuk PRESSING lebih sering selama 90 menit.
Acetylcholine berhubungan dengan kecepatan otak dalam memproses informasi. Ini amat berhubungan dengan kemampuan motorik, kontrol kognitif, pengambilan keputusan, intuisi, dan kreativitas. Membuat otak untuk berpikir sepakbola lebih baik. Pemain yang selalu melakukan passing ke depan setiap kesempatan tiba adalah contoh pemain yang memiliki kadar Acetylcholine baik dalam tubuhnya.
GABA berhubungan dengan stabilitas dan keseimbangan. GABA memampukan otak untuk beristirahat dan tidak ambil resiko. Ini sangat berhubungan dengan pemulihan, relaksasi, stabilitas, dan kontrol emosi. Di sepakbola, kadar GABA sangat penting saat pascapertandingan. Pemain harus meredam emosi dan stop memikirkan sepakbola. Pemain dengan kadar GABA baik dalam tubuhnya akan lebih cepat pulih untuk kembali siap bersepakbola lagi.
Serotonine adalah neurotransmitter yang berhubungan dengan fleksibilitas berpikir dalam otak. Ini akan berguna untuk pemain mengatasi tekanan. Otak dimampukan oleh serotonine untuk mengelola stress dan amarah dengan baik. Dalam sepakbola, pemain dengan serotonine memadai akan mampu terus berpikir PRESSING dengan baik selama 90 menit meskipun pemain didera tekanan kelelahan.
Kadar neurotransmitter dalam tubuh didapatkan Dirk dari galian informasi sebanyak mungkin terkait pola kehidupan. Dalam hal ini, penulis dan seluruh peserta WEM 2014 mengalami sendiri terlibat dalam proses pengisian kuisioner dan wawancara. Dari penggalian informasi sederhana tersebut, kemudian bisa terlihat profil sederhana keseimbangan neurotransmitter yang ada di tubuh kita.
Dalam profil tersebut, kebanyakan peserta WEM 2014 mengalami kekurangan GABA. Dimana kebanyakan peserta disinyalir kesulitan untuk mengatur ritme, karena terus berpikir soal sepakbola. Sesuatu yang tentu saja langsung diamini oleh kami. Momentum ini juga dipakai oleh Dirk untuk menyampaikan contoh aplikasi profil GABA pemain dalam penentuan posisi bermain.
Dirk menyarankan pemain dengan profil GABA tinggi sebaiknya tidak dijadikan striker. Kemampuannya mengatur ritme dan keseimbangan, membuatnya secara natural sulit untuk mengambil resiko. Hal ini tentu tidak disukai pelatih dari seorang striker. Profil GABA tinggi lebih cocok untuk center back atau gelandang tengah. Tentunya hal tersebut tidaklah absolut mengingat kadar neurotransmitter bisa diseimbangkan melalui makanan.
Contoh sumber neurotransmitter:
• Dopamine : Alpukat, bebek, lembu.
• Acetylcholine : Telur, mentega kacang, seafood.
• GABA : Almond, lentils, walnut.
• Serotonine : Pisang, labu.
• Lakukan dan Nikmati
Setelah melakukan pemetaan profil tubuh pemain, langkah selanjutnya tentu saja mengaplikasikan pola asupan gizi yang tepat. Dirk menyarankan beberapa hal penting dalam aplikasi nutrisi untuk otak sepakbola. Pertama adalah konsumsi PROTEIN yang bisa didapatkan melalui daging, ikan, telur, dan lain-lain. PROTEIN berguna untuk membangun jarring otot dan tentu saja komunikasi otak terkait neurotransmitter. Bahkan, Dirk secara ektrim menyatakan PROTEIN jauh lebih penting dari pada KARBOHIDRAT.
Kedua, konsumsi makanan yang alami, segar, dan tidak diproses terlalu lama. Hal yang menurut penulis sulit ditemukan dalam budaya makan negeri kita yang kebanyakan makanan dimasak matang, serta celakanya dihangatkan ulang. Dirk dengan tegas katakan pemrosesan makanan berlebihan seperti goreng suhu tinggi atau panggang dengan microwave akan menjadikan makanan sekedar sampah.
Ketiga adalah keseimbangan. Selain daging, telur, atau ikan, pesepakbola juga harus banyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan. Dirk menyatakan pesepakbola dalam satu hari harus mengkonsumsi minimal dua piring besar sayur dan buah-buahan. Dengan lebih banyak serat dan enzim, akan membantu pencernaan dan tentunya pemulihan tubuh.
Keempat, toleransi. Penting sekali pesepakbola juga memberikan kebiasaan individu. Asupan makanan tertentu diberikan karena ketidak cocokan bisa menimbulkan pusing atau mual. Dirk mencontohkan terkadang pesepakbola tidak bisa mengonsumsi beberapa produk dairy. Hal ini wajar dan harus ditoleransi. Lebih penting adalah mencari asupan gizi serupa sebagai pengganti.
Kelima, periodisasi makan. Dirk menekankan rumus sederhana: “No food, no training!”. Ia juga tegaskan pentingnya sarapan pagi. Dia menyarankan agar pesepakbola harus melakukan sedikit aktivitas ringan setelah bangun pagi, baru menyantap sarapan. Aktivasi tubuh untuk adaptasi, wajib dilakukan setelah bangun tidur untuk memaksimalkan asupan sarapan. Pola makan juga harus menyesuaikan periodisasi latihan. Harus disesuaikan dengan hari latihan kondisi sepakbola, taktik sepakbola atau pemulihan.
Keenam adalah suplemen makanan. Dirk tidak bisa memungkiri bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam selera makan. Suplemen akan membantu untuk mengisi kekurangan yang dialami pesepakbola dalam makan. Kesalahan banyak orang adalah menganggap suplemen bisa “mengganti” makanan. Sesuai namanya, suplemen adalah pelengkap. Tentunya seluruh rumus di atas harus tetap dijalankan semaksimal mungkin terlebih dahulu baru dilengkapi dengan suplemen.
Sumber : goal.com
Secara sederhana, KEPUTUSAN dibuat di otak, sedangkan EKSEKUSI dikerjakan oleh otot sesuai perintah otak. Keberadaan sports science haruslah bekerja dengan referensi sepakbola di atas. Sports science wajib menunjang kemampuan pemain dalam mengambil KEPUTUSAN dan meng-EKSEKUSI AKSI SEPAKBOLA.
Dirk Zoutewelle adalah peneliti nutrisi yang mengedepankan konsep “Football Brain Fuel”. Dalam hal ini Dirk melakukan berbagai riset untuk mencari pola nutrisi yang mampu menunjang kinerja otak. Tentu saja dalam konteks sepakbola terkait pengembangan kemampuan OTAK untuk terus berpikir sepakbola yang berujung pada KEPUTUSAN sepakbola berkualitas.
Dasar Riset
Dalam satu dasawarsa terakhir ini, ilmu nutrisi dalam sports science berkembang begitu pesat. Hal ini didorong oleh banyaknya temuan dalam ilmu pengetahuan. Pertama, meningkatnya level laktat dan toleransi. Lalu, riset yang menyatakan adanya hubungan erat dan terkait satu sama lain antara otak, saraf, hormon, dan sistem kekebalan. Juga, terakhir temuan riset DNA dalam hal pembuatan profil nutrigenomic dan physiogenomic.
Berbagai hal di atas menjadi dasar bagi Dirk Zoutewelle untuk melakukan kajian lebih mendalam terkait nutrisi untuk otak sepakbola. Seperti yang telah disampaikan di seri pertama tulisan, peningkatan kemampuan sepakbola wajib meliputi sebagai berikut:
• Aksi yang lebih baik.
• Aksi yang lebih sering.
• Memelihara aksi baik selama 90 menit.
• Memelihara aksi sering selama 90 menit.
Terkait pada tuntutan peningkatan kemampuan sepakbola di atas, peran nutrisi tidak boleh keluar dari referensi sepakbola tersebut. Kesalahan umum selama ini yang dilakukan para nutrisionis adalah mereka bicara dengan “bahasa” dan “parameter” sendiri. Celakanya, hal tersebut seringkali tidak berhubungan dengan performa sepakbola.
Nutrisionis mengelola pola asupan gizi pesepakbola untuk mengejar target kadar kalori atau kolesterol tertentu misalnya. Tetapi melupakan fungsionalitas dari asupan gizi pada tiap pemain untuk tuntutan performa sepakbolanya. Nutrisionis juga selalu melupakan detail sepakbola. Seperti tuntutan dan fungsi posisi bermain, periodisasi latihan yang semuanya berhubungan dengan fungsionalitas pemberian asupan gizi pada pemain.
Neurotransmitter
Nutrisi untuk otak amat terkait dengan neurotransmitter. Yaitu suatu senyawa kimia di mana sistem di pusat saraf berkomunikasi dengan otak. Dirk menyampaikan empat jenis neurotransmitter yang amat penting, yakni: Dopamine, GABA, Acetycholine, dan Serotonine.
Dopamine adalah neurotransmitter yang berhubungan dengan energi dan kekuatan. Membuat otak untuk terus fokus, pantang menyerah, dan tidak cepat puas. Dalam konteks sepakbola tentu saja ini terkait dengan kemampuan terus berpikir sepakbola selama 90’. Pesepakbola dengan kadar dopamine baik tentu mampu terus memikirkan dan mengambil keputusan untuk PRESSING lebih sering selama 90 menit.
Acetylcholine berhubungan dengan kecepatan otak dalam memproses informasi. Ini amat berhubungan dengan kemampuan motorik, kontrol kognitif, pengambilan keputusan, intuisi, dan kreativitas. Membuat otak untuk berpikir sepakbola lebih baik. Pemain yang selalu melakukan passing ke depan setiap kesempatan tiba adalah contoh pemain yang memiliki kadar Acetylcholine baik dalam tubuhnya.
GABA berhubungan dengan stabilitas dan keseimbangan. GABA memampukan otak untuk beristirahat dan tidak ambil resiko. Ini sangat berhubungan dengan pemulihan, relaksasi, stabilitas, dan kontrol emosi. Di sepakbola, kadar GABA sangat penting saat pascapertandingan. Pemain harus meredam emosi dan stop memikirkan sepakbola. Pemain dengan kadar GABA baik dalam tubuhnya akan lebih cepat pulih untuk kembali siap bersepakbola lagi.
Serotonine adalah neurotransmitter yang berhubungan dengan fleksibilitas berpikir dalam otak. Ini akan berguna untuk pemain mengatasi tekanan. Otak dimampukan oleh serotonine untuk mengelola stress dan amarah dengan baik. Dalam sepakbola, pemain dengan serotonine memadai akan mampu terus berpikir PRESSING dengan baik selama 90 menit meskipun pemain didera tekanan kelelahan.
Kadar neurotransmitter dalam tubuh didapatkan Dirk dari galian informasi sebanyak mungkin terkait pola kehidupan. Dalam hal ini, penulis dan seluruh peserta WEM 2014 mengalami sendiri terlibat dalam proses pengisian kuisioner dan wawancara. Dari penggalian informasi sederhana tersebut, kemudian bisa terlihat profil sederhana keseimbangan neurotransmitter yang ada di tubuh kita.
Dalam profil tersebut, kebanyakan peserta WEM 2014 mengalami kekurangan GABA. Dimana kebanyakan peserta disinyalir kesulitan untuk mengatur ritme, karena terus berpikir soal sepakbola. Sesuatu yang tentu saja langsung diamini oleh kami. Momentum ini juga dipakai oleh Dirk untuk menyampaikan contoh aplikasi profil GABA pemain dalam penentuan posisi bermain.
Dirk menyarankan pemain dengan profil GABA tinggi sebaiknya tidak dijadikan striker. Kemampuannya mengatur ritme dan keseimbangan, membuatnya secara natural sulit untuk mengambil resiko. Hal ini tentu tidak disukai pelatih dari seorang striker. Profil GABA tinggi lebih cocok untuk center back atau gelandang tengah. Tentunya hal tersebut tidaklah absolut mengingat kadar neurotransmitter bisa diseimbangkan melalui makanan.
Contoh sumber neurotransmitter:
• Dopamine : Alpukat, bebek, lembu.
• Acetylcholine : Telur, mentega kacang, seafood.
• GABA : Almond, lentils, walnut.
• Serotonine : Pisang, labu.
• Lakukan dan Nikmati
Setelah melakukan pemetaan profil tubuh pemain, langkah selanjutnya tentu saja mengaplikasikan pola asupan gizi yang tepat. Dirk menyarankan beberapa hal penting dalam aplikasi nutrisi untuk otak sepakbola. Pertama adalah konsumsi PROTEIN yang bisa didapatkan melalui daging, ikan, telur, dan lain-lain. PROTEIN berguna untuk membangun jarring otot dan tentu saja komunikasi otak terkait neurotransmitter. Bahkan, Dirk secara ektrim menyatakan PROTEIN jauh lebih penting dari pada KARBOHIDRAT.
Kedua, konsumsi makanan yang alami, segar, dan tidak diproses terlalu lama. Hal yang menurut penulis sulit ditemukan dalam budaya makan negeri kita yang kebanyakan makanan dimasak matang, serta celakanya dihangatkan ulang. Dirk dengan tegas katakan pemrosesan makanan berlebihan seperti goreng suhu tinggi atau panggang dengan microwave akan menjadikan makanan sekedar sampah.
Ketiga adalah keseimbangan. Selain daging, telur, atau ikan, pesepakbola juga harus banyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan. Dirk menyatakan pesepakbola dalam satu hari harus mengkonsumsi minimal dua piring besar sayur dan buah-buahan. Dengan lebih banyak serat dan enzim, akan membantu pencernaan dan tentunya pemulihan tubuh.
Keempat, toleransi. Penting sekali pesepakbola juga memberikan kebiasaan individu. Asupan makanan tertentu diberikan karena ketidak cocokan bisa menimbulkan pusing atau mual. Dirk mencontohkan terkadang pesepakbola tidak bisa mengonsumsi beberapa produk dairy. Hal ini wajar dan harus ditoleransi. Lebih penting adalah mencari asupan gizi serupa sebagai pengganti.
Kelima, periodisasi makan. Dirk menekankan rumus sederhana: “No food, no training!”. Ia juga tegaskan pentingnya sarapan pagi. Dia menyarankan agar pesepakbola harus melakukan sedikit aktivitas ringan setelah bangun pagi, baru menyantap sarapan. Aktivasi tubuh untuk adaptasi, wajib dilakukan setelah bangun tidur untuk memaksimalkan asupan sarapan. Pola makan juga harus menyesuaikan periodisasi latihan. Harus disesuaikan dengan hari latihan kondisi sepakbola, taktik sepakbola atau pemulihan.
Keenam adalah suplemen makanan. Dirk tidak bisa memungkiri bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam selera makan. Suplemen akan membantu untuk mengisi kekurangan yang dialami pesepakbola dalam makan. Kesalahan banyak orang adalah menganggap suplemen bisa “mengganti” makanan. Sesuai namanya, suplemen adalah pelengkap. Tentunya seluruh rumus di atas harus tetap dijalankan semaksimal mungkin terlebih dahulu baru dilengkapi dengan suplemen.
Sumber : goal.com
0 Response to "Nutrisi Yang Cocok Untuk Performa Otak Pemain Sepakbola"
Post a Comment