CBT, Terapi Perilaku Yang Bisa Singkirkan Gaya Berpikir Negatif

Cognitive Behavioural Theraphy (CBT) atau Terapi Perilaku Kognitif adalah suatu terapi yang digunakan untuk masalah kesehatan mental yang luas, seperti depresi, fobia, hingga Obsessive-Compusive Disorder (OCD). Terapi ini menganjurkan seseorang untuk melihat diri sendiri dengan cara yang berbeda, yang nantinya akan berguna bagi kehidupannya sehari-hari.

Lantas apa yang terjadi pada otak saat menjalani CBT? CBT berawal dari prinsip bahwa suatu masalah bukan disebabkan oleh situasi, tetapi dari bagaimana seseorang menginterpretasi masalah tersebut dalam pikirannya. Hal ini kemudian berpengaruh pada perasaan dan tindakannya.

Contohnya, jika Anda bertemu dengan seorang teman tapi dia tidak menyapa Anda, bisa jadi Anda berpikir dia tidak menyukai Anda. Saat bertemu di waktu lain, Anda pun cenderung menghindarinya.

Beragam pikian dan perasaan negatif pun muncul di antara teman Anda dan diri Anda sendiri. Apabila pikiran dan perasaan tersebut Anda alami terhadap banyak teman Anda, Anda pun dapat merasa dikucilkan di lingkungan pertemanan Anda.

CBT bertujuan untuk menghentikan siklus negatif ini dengan mengidentifikasi reaksi-reaksi negatif yang diproses oleh otak.

"Masalah emosional sangat sering menjadi penyebab positif atau negatifnya pikiran seseorang," kata dr Jennifer Wild, Konsultan Psikologi Klinis dari Kings College London, seperti dikutip dari BBC, Selasa (17/9/2013).

"Sesuatu bisa kita anggap benar, sebab kita merasa itu benar," imbuhnya

Cognitive Behavioural Theraphy (CBT) atau Terapi Perilaku Kognitif adalah suatu terapi yang digunakan untuk masalah kesehatan mental yang luas, seperti depresi, fobia, hingga Obsessive-Compusive Disorder (OCD). Terapi ini menganjurkan seseorang untuk melihat diri sendiri dengan cara yang berbeda, yang nantinya akan berguna bagi kehidupannya sehari-hari.

Lantas apa yang terjadi pada otak saat menjalani CBT? CBT berawal dari prinsip bahwa suatu masalah bukan disebabkan oleh situasi, tetapi dari bagaimana seseorang menginterpretasi masalah tersebut dalam pikirannya. Hal ini kemudian berpengaruh pada perasaan dan tindakannya.

Contohnya, jika Anda bertemu dengan seorang teman tapi dia tidak menyapa Anda, bisa jadi Anda berpikir dia tidak menyukai Anda. Saat bertemu di waktu lain, Anda pun cenderung menghindarinya.

Beragam pikian dan perasaan negatif pun muncul di antara teman Anda dan diri Anda sendiri. Apabila pikiran dan perasaan tersebut Anda alami terhadap banyak teman Anda, Anda pun dapat merasa dikucilkan di lingkungan pertemanan Anda.

CBT bertujuan untuk menghentikan siklus negatif ini dengan mengidentifikasi reaksi-reaksi negatif yang diproses oleh otak.

"Masalah emosional sangat sering menjadi penyebab positif atau negatifnya pikiran seseorang," kata dr Jennifer Wild, Konsultan Psikologi Klinis dari Kings College London, seperti dikutip dari laman detik.com.

"Sesuatu bisa kita anggap benar, sebab kita merasa itu benar," imbuhnya.

CBT mencoba menggantikan 'gaya' berpikir negatif ini dengan sesuatu yang lebih berguna dan realistis. Upaya ini dapat menjadi tantangan tersendiri bagi orang-orang yang mengalami masalah dengan kesehatan mental.

Bagaimana menghentikan gaya berpikir negatif? Beberapa teori psikologi menyebutkan adanya pola berpikir negatif melalui proses yang disebut 'negative reinforcement'. Misalnya, bila Anda takut atau fobia pada laba-laba, Anda belajar bahwa Anda dapat mengurangi tingkat rasa takut Anda dengan menghindari laba-laba.

Tindakan ini memang memberi Anda ketenangan untuk waktu singkat, namun justru semakin menguatkan rasa takut Anda terhadap laba-laba. Inilah yang disebut dengan negative reinforcement.

Di sinilah CBT berperan. Secara bertahap, CBT justru menyarankan orang denga fobia tertentu untuk menghadapi hal yang ia takuti, serta meyakini tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Keyakinan tersebut perlahan akan menghentikan pikiran takut yang diproses otak.

Insting yang dimiliki manusia secara alami diproses oleh bagian otak yang bernama sistem limbik. Bagian ini meliputi amiglada, yaitu bagian yang memproses emosi, dan hippocampus, yaitu bagian yang menghidupkan ingatan traumatis seseorang.

Sebuah studi terhadap otak menunjukkan bahwa aktivitas yang berlebihan pada dua bagian ini terjadi pada orang-orang dengan fobia tertentu. Aktivitas berlebihan tersebut dapat menjadi normal setelah menjalani terapi CBT.

Dengan cara ini, CBT mampu membuat perubahan yang nyata bagi emosional (insting) dan logika (pikiran) otak kita. Menariknya, pola perubahan otak yang sama terjadi pada pengobatan atau perawatan dengan obat-obatan terlarang, yaitu psikoterapi.

Dari banyak ragam terapi di dunia psikologi, CBT terbukti secara klinis paling berhasil. Namun tidak seperti terapi menggunakan obat-obatan, CBT mampu memberikan pengaruh yang lebih lama. Meski baru menjalani terapi dalam waktu singkat, banyak orang yang mengaku pengaruh yang ia peroleh dapat bertahan lama.

"Kami melihat, walaupun seseorang telah berhenti mengikuti terapi, efek yang ia terima dapat tetap dirasakan, sebab ia sudah mempunyai cara baru untuk berpikir dan bersikap terhadap sesuatu yang awalnya ia takuti," demikian yang dijelaskan Dr Wild.

Mungkin tidak semua orang dapat menjalankan terapi CBT. Misalnya orang-orang dengan penyebab masalah mental yang rumit, seperti trauma yang terjadi sejak masa kecil. Pada kasus tersebut, tentu dibutuhkan terapi yang lebih lama dan identifikasi yang lebih dalam lagi.

Keberhasilan terapi CBT juga tergantung komitmen orang yang menjalaninya, termasuk kemauan untuk menerapi diri sendiri di luar sesi terapi dengan terapis. Dari sekian banyak terapi yang ada di dunia psiklogi, lebih banyak orang yang merasa puas menjalani terapi CBT. Para psikolog dan pakar sains pun mulai mengurai alasan di balik fenomena ini.

0 Response to "CBT, Terapi Perilaku Yang Bisa Singkirkan Gaya Berpikir Negatif"

Post a Comment