Maraknya kasus kekerasan seksual pada anak saat ini makin mengkhawatirkan. Bahkan sudah tergolong dalam status siaga satu.
Kecenderungan melihat situs-situs porno dianggap sebagai salah satu pemicu. Pornografi mengakibatkan meningkatnya tindak kriminal seksual, baik secara kuantitas maupun jenisnya. Misalnya, kekerasan sodomi yang mulai menonjol di masyarakat saat ini.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Prof Fasli Jalal, pada seminar pendidikan tentang kerusakan otak akibat pornografi kepada para pengajar PAUD, di Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung, di sela-sela kunjungan kerjanya selama 7-8 Mei.
Menurut Fasli, kekerasan seksual dan pornografi kini menjadi masalah genting di Tanah Air. Keduanya berkaitan, sebab mereka yang melakukan kekerasan seksual sering terpapar informasi pornografi baik itu melalui internet, DVD, maupun buku.
Ini terbukti dari sejumlah survei yang menunjukkan sekitar 59% remaja pria berusia 15-19 tahun mengaku sudah pernah melihat film porno, dan 18,4% remaja putri membaca buku porno. Selain itu, lebih dari 80% anak secara tidak sengaja melihat gambar porno saat menggunakan internet.
Sebanyak 87% remaja yang sudah mengakses media porno pada 2012, dan meningkat menjadi 93% di 2013. Internet dan DVD adalah sumber terbanyak akses pornografi itu.
"Artinya semakin hari kecenderungannya mengkhawatirkan. Tetapi sebetulnya kita bisa mencegahnya, terutama terhadap remaja yang memang tidak sengaja melihat gambar dan video porno, atau pun yang penasaran untuk melihat," kata Fasli.
Fasli menjelaskan, pornografi dapat merusak lima bagian otak anak. Saat melihat video atau gambar porno, otak akan memproduksi zat dopamin, yaitu zat kimia otak yang membuat efek kenikmatan dan juga kecanduan.
Dalam kondisi normal, zat ini bermanfaat untuk membuat orang sehat. Tetapi dengan pornografi, otak mengalami rangsangan berlebihan dan membuat candu. Semakin banyak dopamin yang keluar merusak sel otak. Tingkat kerusakannya sama dengan ketika anak mengakami kecelakaan.
Untuk mencegahnya, kata Fasli, dimulai dari keluarga. Apa pun kesibukannya, orang tua harus meluangkan waktu untuk berkomunikasi dan menanamkan budi pekerti serta nilai-nilai agama pada anak.
“Tidak ada kata terlambat untuk mencegah ini. Bukan hanya orang tua, tetapi kalau semua pihak peduli, kemungkinan untuk mencegah jauh lebih luas,” kata Fasli.
Sebelumnya, staf sekretaris Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (GTP3), Imam Syaukani, juga mengatakan hal serupa.
Selain meningkatnya kasus sodomi dan kekerasan seksual di dalam rumah tangga, eksploitasi seksual untuk kepentingan ekonomi semakin marak dan cenderung dianggap bisnis paling menguntungkan.
Mengacu sebuah survei, Imam menyebutkan penghasilan dalam bisnis pornografi sebesar UU$ 13 miliar. Angka ini lebih besar dari penghasilan gabungan perusahaan top dunia, seperti Microsoft, Google, Yahoo, dan Amazon.
Anggota GTP3, Peri Farouk, menambahkan selain keluarga, pemerintah juga dituntut perannya sebagai pengambil kebijakan yang berpikir ke depan dan tidak diperdaya kepentingan ekonomi.
Yang diprioritaskan, misalnya, kebijakan di bidang pengembangan teknologi informasi yang sehat dan mencerdaskan.
Selama ini yang didengungkan adalah pemutakhiran media berupa alat-alat serta ketersediaan bandwith yang rencananya terus diperbesar dalam APBN.
Persoalannya di Indonesia sama sekali belum memiliki, misalnya di internet, konten-konten berbahasa Indonesia, ramah anak, ramah pembelajaran, pendidikan dan keahlian hidup.
Sumber : Suarapembaruan.com
0 Response to "Pornografi Picu Kekerasan Seksual Anak"
Post a Comment