Adhe Olivia Tjg melihat di Indonesia pendidikan tidak jelas arahnya, kecuali sekadar untuk pengetahuan dan gengsi. Kalau dikatakan untuk mencari kerja, toh lulusannya juga sulit mendapatkan kerja. Berapa banyak sarjana yang bingung pascalulus dari kampus.
Ide-ide kreatif juga tidak dilahirkan di kampus, buktinya masih sedikit lulusan pendidikan tinggi yang mampu berinovasi, cenderung mengikuti kebiasaan yang sudah ada seperti mengikuti tes CPNS dan melempar lamaran kerja ke banyak perusahaan.
Menurut pendapat Yehezkiel Ginting, sebaiknya calon mahasiswa memilih jurusan perkuliahan yang memiliki prospek bagus dan peluang kerja yang tinggi pada masa depan. Selanjutnya, jangan memaksakan atau mengambil program jurusan yang tidak dikuasai hanya karena terpengaruh teman-teman.
"Dan juga jangan terpaksa karena pilihan orangtua. Kenali bakat dan kemampuan calon mahasiswa dengan kosultasi ke Psikolog agar diarahkan bakat dan kemampuan tersebut kemana sebaiknya jurusan yang cocok ketika kuliah," ujar Yehezkiel Ginting.
Sutrisno Tambunan menilai pendidikan dengan biaya mahal karena jurusanya favorit, mengakibatkan terjadinya kesenjangan peminat dengan jurusan lain. Padahal, dengan adanya demikian maka akan mengakibatkan menyempitnya peluang di jususan tersebut di dunia kerja.
Misal kalau kita liat minat terhadap jurusan pertanian sangat minim walaupun berbagai kampus swasta memberikan keringanan biaya dengan disuplai kampus hingga 50% untuk tahun pertama. Padahal, ke depannya jurusan inilah justru yang akan menggiurkan.
"Salahsatu contoh, betapa ahlinya pun seseorang tak akan mampu menciptakan teknologi membuat beras dan jagung. Hampir bisa dipastikan hanya pertanian yang bisa menghasilkannya," ujar Sutrisno Tambunan.
Armin S Kaban mengatakan, menanggapi keinginan lulusan SMA kuliah di jurusan favorit tanpa memikirkan ketersediaan lapangan kerja setelah tamat adalah hal wajar. Karena jiwa muda yang menggelora yang sangat senang bersaing untuk mendapatkan favorit atau idolanya, tanpa memikirkan lowongan kerjanya.
Ibarat anak muda yang senang ugal-ugalan di jalan tidak akan terpikirkannya resiko yang akan dihadapinya. Untuk itulah sudah menjadi tanggungjawab pemerintah menjawab permasalahan dimaksud, antara lain, pemerintah cq. Kementerian Pendidikan harus mempunyai data terintegrasi perihal fakultas.
Juga data jurusan bidang studi PT yang ada, berapa jumlah mahasiswanya,di mana lokasinya, ke mana lapangan kerja setelah tamat. Lalu, Kementerian Tenaga Kerja juga memiliki data sarjana apa saja yang dibutukan saat ini dan prediksi masa akan datang minimal 10 tahun ke depan.
Begitupun, di sekolah masing-masing diadakan sosialisasi / pemahaman setiap jurusan yang ada pada perguruan tinggi. Juga sasaran lapangan kerjanya kepada siswa sejak menduduki kelas 1, serta meminta alumni siswa yang telah sarjana atau dari beberapa kampus untuk tatap muka dengan para siswa.
Ini sebagai sosialisasi pemahaman jurusan PT dimaksud. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah peran orangtua, anak jangan didikte untuk mengambil jurusan tertentu yang orangtua inginkan. Sediakan waktu dengan anak untuk mendikusikannya dengan memertimbangkan bakat dan kemampuan siswa.
Ingatkan lapangan kerja jurusan yang akan diambil. Dan alangkah baiknya ajak anak ke tempat atau kantor alumni sarjana yang diinginkan anak tersebut untuk melihat secara langsung pekerjaan alumnus tersebut, untuk mengingatkan secara dini kepada anak, apakah seperti itu masa depan yang diharapkannya?
"Sekali lagi saya sarankan biarkan anak secara bebas memilih jurusan yang diinginkannya sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Namun berikan informasi yang tepat dan lebih awal perihal potensi lapangan kerja dari setiap jurusan yang ada," tegas Armin S Kaban.
Sumber : Medanbisnisdaily.com
0 Response to "Kuliah di Jurusan Favorit Tak Menjamin Masa Depan"
Post a Comment