Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (USD) makin melemah. Rabu (12/8) nilai USD mencapai Rp 13.970, makin turun dibanding Selasa (11/8) Rp 13.600 per 1 USD.
Angka ini merupakan yang terparah sejak krisis moneter tahun 1998. Di zaman Presiden Soeharto, berapa sih nilai tukar 1 USD?
Ada beberapa kasus penurunan nilai rupiah yang dicatat Soeharto sehingga pemerintah turun tangan pada era Orde Baru.
Yang pertama adalah tahun 1971, saat itu rupiah melemah terhadap dollar AS. Nilainya dari Rp 378 menjadi Rp 420 per 1 USD.
Tahun 1978, rupiah melemah menjadi Rp 625 per 1 USD. Hal ini disebabkan Pertamina yang limbung dan nyaris bangkrut karena manajemen buruk dan gagalnya investasi Pertamina dimana-mana.
30 Maret 1983 kembali Rupiah jatuh. Devaluasi hampir 48 persen. Rupiah melemah dari Rp 702 menjadi Rp 970.
Tahun 1986, Pemerintah kembali mendevaluasi rupiah sebesar 47%, dari Rp 1.134 ke Rp 1.664 per 1 USD.
Menurut Presiden Soeharto, tahun 1986 Indonesia belum terlepas dari pengaruh krisis ekonomi global. Hal ini diperburuk dengan harga minyak dunia yang terjun bebas.
"Januari 1986 harga minyak itu 25 dollar AS setiap barel. Enam bulan kemudian sudah turun sampai di bawah 10 dollar AS sehingga mengakibatkan pengurangan yang sangat besar terhadap penerimaan devisa dan memberi tekanan sangat berat terhadap neraca pembayaran. Karena itulah dalam Bulan September (1986) saya terpaksa mengambil keputusan yang sangat sulit dan berat, yaitu mendevaluasi mata uang rupiah," kata Presiden Soeharto dalam biografinya.
Namun Soeharto tentu tak menyangka, krisis 1986 itu bukanlah yang terburuk. Sembilan tahun kemudian badai yang lebih besar memporak-porandakan kekuatan rupiah.
Di bulan Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dari Rp 2.500,00 menjadi Rp 2.650,00 per 1 USD. Nilai ini terus memburuk.
Rupiah mulai merangkak naik. Rp 5.000, Rp 7.000, Rp 11.000 dan terus melemah dalam waktu singkat. Di tahun 1998, rupiah bahkan mencapai nilai paling buruk Rp 16.800 per 1 USD.
Kini semoga kenangan buruk itu tak terulang.
Sumber : merdeka.com
Angka ini merupakan yang terparah sejak krisis moneter tahun 1998. Di zaman Presiden Soeharto, berapa sih nilai tukar 1 USD?
Ada beberapa kasus penurunan nilai rupiah yang dicatat Soeharto sehingga pemerintah turun tangan pada era Orde Baru.
Yang pertama adalah tahun 1971, saat itu rupiah melemah terhadap dollar AS. Nilainya dari Rp 378 menjadi Rp 420 per 1 USD.
Tahun 1978, rupiah melemah menjadi Rp 625 per 1 USD. Hal ini disebabkan Pertamina yang limbung dan nyaris bangkrut karena manajemen buruk dan gagalnya investasi Pertamina dimana-mana.
30 Maret 1983 kembali Rupiah jatuh. Devaluasi hampir 48 persen. Rupiah melemah dari Rp 702 menjadi Rp 970.
Tahun 1986, Pemerintah kembali mendevaluasi rupiah sebesar 47%, dari Rp 1.134 ke Rp 1.664 per 1 USD.
Menurut Presiden Soeharto, tahun 1986 Indonesia belum terlepas dari pengaruh krisis ekonomi global. Hal ini diperburuk dengan harga minyak dunia yang terjun bebas.
"Januari 1986 harga minyak itu 25 dollar AS setiap barel. Enam bulan kemudian sudah turun sampai di bawah 10 dollar AS sehingga mengakibatkan pengurangan yang sangat besar terhadap penerimaan devisa dan memberi tekanan sangat berat terhadap neraca pembayaran. Karena itulah dalam Bulan September (1986) saya terpaksa mengambil keputusan yang sangat sulit dan berat, yaitu mendevaluasi mata uang rupiah," kata Presiden Soeharto dalam biografinya.
Namun Soeharto tentu tak menyangka, krisis 1986 itu bukanlah yang terburuk. Sembilan tahun kemudian badai yang lebih besar memporak-porandakan kekuatan rupiah.
Di bulan Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dari Rp 2.500,00 menjadi Rp 2.650,00 per 1 USD. Nilai ini terus memburuk.
Rupiah mulai merangkak naik. Rp 5.000, Rp 7.000, Rp 11.000 dan terus melemah dalam waktu singkat. Di tahun 1998, rupiah bahkan mencapai nilai paling buruk Rp 16.800 per 1 USD.
Kini semoga kenangan buruk itu tak terulang.
Sumber : merdeka.com
0 Response to "Perbandingan Nilai Tukar Rupiah Untuk 1 Dollar AS di Zaman Presiden Soeharto & presiden Jokowi"
Post a Comment