Kecurangan Ujian Nasional Libatkan Guru dan Kepala Sekolah


Pusat Psikologi Terapan Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) melakukan survei online atas pelaksanaan ujian nasional (UN) tahun 2004-2013. Ditemukan bahwa kecurangan UN terjadi secara massal lewat aksi mencontek, serta melibatkan peran tim sukses yang terdiri dari guru, kepala sekolah, dan pengawas.  

Psikolog UPI Ifa Hanifah Misbach memaparkan, total responden dalam survei UN adalah 597 orang yang berasal dari 68 kota dan 89 kabupaten di 25 provinsi. Survei dilakukan secara online untuk mengurangi bias data. Sebab, tim psikologi UPI sudah beberapa kali melakukan survei langsung ke sekolah namun sering ditolak oleh kepala sekolah dan ada intervensi dari guru saat mengisi survei.  

“Kami akhirnya lakukan survei secara online, karena saat di sekolah justru bisa terjadi bias. Pernah ketika siswa sedang mengisi data, guru masuk ke dalam kelas lalu berkata, ‘hati-hati ya’,” ujar Ifa, kepada SP, di Jakarta, Selasa (1/10).

Responden berasal dari sekolah negeri (77%) dan sekolah swasta (20%). Para responden mengikuti UN antara tahun 2004-2013.  

Dari hasil survei, 75% responden mengaku pernah menyaksikan kecurangan dalam UN. Jenis kecurangan terbanyak yang diakui adalah mencontek massal lewat pesan singkat (sms), grup chat, kertas contekan, atau kode bahasa tubuh. Ada pula modus jual beli bocoran soal dan peran dari tim sukses (guru, sekolah, pengawas) atau pihak lain (bimbingan belajar dan joki).  

Dalam survei juga terungkap sebagian besar responden tidak melakukan apa pun saat melihat aksi kecurangan. Sedangkan, sisanya ikut melakukan kecurangan atau sekadar sebagai pengamat. Responden yang melaporkan kecurangan hanya sedikit sekali (3%).  

“Ada doktrin dari sekolah bahwa kita masuk sekolah sama-sama dan keluar harus sama-sama. Ini akhirnya menjadikan anak yang jujur malah dimusuhi dan tidak dapat kawan. Akhirnya, UN berpotensi menjadikan generasi apatis. Yang penting saya selamat, kalau jujur malah dapat hukuman,” tutur Ifa.  

Ifa mengungkapkan, sejumlah murid terpaksa membobol tabungannya untuk mendapatkan bocoran soal yang harganya mencapai Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta. Kebanyakan tidak berani menceritakan hal ini kepada orangtua masing-masing karena takut dilarang melakukan kecurangan. Bahkan, di antara murid juga ada tim suksesnya.  

Ingin Bunuh Diri
Dalam survei juga terungkap mayoritas responden pernah ditawarkan bocoran soal dari teman. Ada pula tawaran bocoran dari pihak luar, seperti bimbel atau pengawas. Secara psikologis, mayoritas responden mengaku dihantui rasa ketakutan tidak lulus UN (66%). Bahkan, 95% responden mengaku ingin bunuh diri jika tidak lulus UN.  

“UN sudah dimaknai sebagai stressor atau pemicu stres, yang membuat siswa menjadi tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan,” ucap Ifa.  

Dia mengatakan, mayoritas responden juga melakukan ritual sebelum UN. Mayoritas responden melakukan istiqhasah atau doa bersama di sekolah. Ada pula sebagian kecil yang melakukan ritual adat, seperti pergi ke orang pintar atau dukun.  

Sebelumnya, juru bicara Koalisi Reformasi Pendidikan (KRP) Retno Listyarti berpendapat, Konvensi UN tidak membawa perubahan signifikan. Bahkan, UN SD tetap berjalan, padahal PP No 32/2013 yang merupakan perubahan dari PP No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sudah disambut sebagai penghapusan UN SD.  

“Semestinya Konvensi UN juga memberi ruang untuk mengevaluasi hal-hal yang lebih fundamental, termasuk eksistensi UN sebagai penentu kelulusan dan seleksi ke jenjang berikutnya,” kata Retno.

Referensi : suarapembaruan.com

0 Response to "Kecurangan Ujian Nasional Libatkan Guru dan Kepala Sekolah"

Post a Comment