Orang Yang Tidak Facebook-an Ternyata Lebih Pintar

Facebook sudah jadi bagian hidup banyak orang. Makin ke sini, makin banyak yang eksis dengan Facebook mereka dan ada juga yang mulai mendeaktivasi akun Facebooknya.

Ada berbagai alasan sih, seperti trauma dengan hubungan cinta dan ingin move on dari mantan, kurang merasakan manfaat Facebook, atau sekedar ingin berpindah ke lain hati. Alias mencoba menggunakan layanan social media.

Namun ternyata keputusan untuk tidak menggunakan atau mengurangi aktivitas di Facebook, bahkan menghapus akun pribadi mereka, bisa membuat seseorang jadi lebih pintar. 

Stefan Stieger, Christoph Burger, Manuel Bohn dan Martin Voracek mencoba melakukan survey untuk membuktikan hal ini lewat sebuah survey.  

Beberapa kesimpulan yang mereka temukan adalah sebagai berikut:
  • 1. Orang-orang meninggalkan akun mereka di social media karena ingin lebih 'hidup' dalam kehidupan nyata mereka.
  • 2. Banyak juga orang yang tak suka informasi pribadi mereka digunakan untuk keperluan pendataan oleh situs social media.
  • 3. Banyak orang yang merasa bahwa merekajadi ketergantungan dengan Facebook. Membuat mereka lebih konsentrasi di dunia maya, jadi mereka ingin meninggalkan kebiasaan ini.
  • 4. Yang terakhir adalah alasan pribadi seperti ketidaksukaan mereka dengan sikap teman-teman di Facebook yang beraneka ragam.

Nah, dari beberapa kesimpulan di atas, Stefan Stieger mengatakan bahwa mengurangi intensitas bersocial media bisa membuat seseorang lebih konsisten dengan kemauan mereka dan lebih pintar. 

Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena kita lebih fokus dengan kehidupan di dunia nyata sehingga lebih fokus dalam melakukan banyak hal tanpa harus 'rempong' dengan kehidupan orang lain yang sempat kita 'intip' lewat Facebook.

Mungkin kalau kita sudah 'Facebook Addict', cara yang tepat sih adalah mengurangi intensitas bersocial media. Misalnya hanya dilakukan di hari Sabtu dan Minggu. 

Ciptakan "Mood" Bercinta dengan Kopi

Berbeda dengan kaum pria, sebagian besar perempuan membutuhkan mood bercinta sebelum melakukan hubungan seksual. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk membentuk mood tersebut, mulai dari ngobrol intim sampai minum kopi.

Seperti dilansir dari kompas.com, Mood bercinta akan tercipta jika kita sudah merasa nyaman dan relaks. Kopi sendiri ternyata akan memicu tubuh memproduksi hormon endorfin, senyawa kimia yang akan membuat kita merasa senang dan nyaman.

"Minum kopi bareng pasangan bisa menjadi aktivitas yang menyenangkan. Tentu ini lebih baik daripada mengonsumsi obat-obatan peningkat gairah," kata terapis seksual Zoya Amirin, MPsi, dalam acara media edukasi bertajuk Kopi Hitam dan Mitos Seks, di Jakarta (26/9/2013) yang diadakan oleh JJ Royal Coffee.

Sambil minum kopi, Anda dan pasangan bisa melakukan perbincangan mengenai hal-hal ringan, misalnya menanyakan bagimana pekerjaan di kantor, menceritakan hal-hal lucu dan menarik yang dialami hari ini, atau bahkan ngobrol tentang rencana-rencana Anda dalam waktu dekat.

Obrolan ringan seperti ini akan membuat Anda dan pasangan terasa lebih dekat. Lanjutkan dengan melakukan sentuhan atau pelukan mesra sehingga gairah seksual pun lebih mudah dibangkitkan.

Kandungan kafein dalam kopi juga akan membuat tubuh lebih berenergi. Kemampuan kafein dalam meningkatkan konsentrasi juga bisa membantu kita lebih kreatif mencoba berbagai posisi seks yang baru. "Bagi pasangan yang sudah menikah, sebaiknya mencoba posisi seks yang baru setidaknya sebulan sekali," katanya.

Mencoba posisi seks yang berbeda merupakan cara termudah untuk mengusir kebosanan di atas ranjang, terlebih jika Anda dan pasangan sudah menikah bertahun-tahun dan hanya melakukan satu atau dua posisi saja. 

Batas Usia Remaja Ternyata 25 Tahun

USIA remaja merupakan saat-saat di mana seorang anak yang setingkat lebih dewasa, ingin melakukan banyak hal seru dan menyenangkan. Selain itu ia menjadi aktif menambah pengalaman, memperbanyak teman, berpetualang, tertarik bereksperimen, dan lain sebagainya.

Seorang psikolog anak, Laverne Antrobus dari Tavistock Clinic London menyebutkan, terdapat tiga pembagian tahapan masa remaja. Usia remaja awal berkisar 12 sampai 14 tahun, remaja menengah dimulai saat usia 15 sampai 17 tahun, dan ketika masuk usia 18 tahun ke atas adalah masa remaja akhir.

Ia juga menyatakan, harus terjadi penghapusan kategori remaja pada usia 18 tahun. Sebab sebuah penelitian menunjukkan, hingga pertengahan dua puluhan dan tiga puluhan, otak masih terus berkembang melewati masa remaja. Perkembangan kedewasaan pada masing-masing anak tidaklah sama. 

Sebagian remaja mungkin menginginkan untuk tinggal lebih lama dengan keluarganya karena masih membutuhkan dukungan dan kasih sayang dari orang-orang terdekatnya.

Menyadari hal tersebut, berdasarkan laporan BBC yang dilansir dailymail, Laverne menghimbau untuk meningkatkan batas usia remaja menjadi 25 tahun, bukan lagi pada 18 tahun. Di usia 25 tahun inilah, otak mulai mereorganisasi sendiri, seseorang mulai memandang dan memikirkan suatu hal secara berbeda. Pikiran menjadi lebih matang dan dewasa.

Adanya pedoman baru dari Laverne, nantinya akan membuat seseorang tidak segera bergegas melalui masa kanak-kanaknya. Hal tersebut tentu dapat menghilangkan perasaan tertekan ketika hendak keluar dari zona nyaman. Selain itu juga menjadikan tidak hilangnya kesempatan karier dan pendidikan.

Menstruasi Tidak Teratur Hingga Masa Remaja Mungkin Gejala PCOS


Menstruasi biasanya dirasakan wanita setiap bulan sekali. Hanya saja pada anak yang menginjak remaja, seringkali ditemui  awal siklus menstuasinya  mereka tidak teratur. Bila ketidakteraturan ini berlanju sampai mereka remaja, bahkan dewasa, sebaiknya segera periksakan ke dokter spesialis. Pasalnya bisa jadi wanita muda dengan kondisi demikian mengalami Polycystic Ovarian Syndrome(PCOS).

Dikutip Times of India, PCOS merupakan kelainan endokrin yang ditandai dengan meningkatnya hormon pria (androgen) di dalam tubuh. Ini akan mengganggu pertumbuhan dan pelepasan sel telur dari ovarium. Akibatnya ovulasi tidak terjadi dan menstruasi menjadi kurang teratur.

Wanita yang memiliki masalah PCOS diketahui punya risiko lebih tinggi terhadap hipertensi, koleterol tinggi, hingga kanker endometrium. Mereka cenderung resisten pada insulin sehingga rentan terkena diabetes
Beberapa gejala yang muncul di antaranya penambahan berat badan, pertumbuhan rambut di tubuh dan wajah, penipisan rambut kepala, berjerawat, dan kemandulan.

Gadis-gadis muda mungkin kerap menemui gejala tersebut. Mereka sudah mulai mengenal masa stres sehingga bisa menimbulkan gejala sindrom ini. Dan, PCOS bisa diidentifikasi sejak usia dini dan remaja harus mengelola kecemasan sembari memperoleh penanganan.

Suzanne Kavic, MD, division director Reproductive Endocrinology di Loyola University Health System, mengatakan, PCOS bisa diobati dengan melakukan kombinasi dari berolahraga, diet yang dimodifikasi, dan pemberian obat-obatan. Berat badan ideal dapat membantu hormon pria dan kadar gula darah, yang pada gilirannya nanti bisa mengembalikan proses ovulasi dan menstruasi.

Untuk pendeteksian dini dan penanganannya, kasus menstruasi tidak teratur sebaiknya tidak disimpan sebagai masalah pribadi. Konsultasikan hal tersebut pada dokter spesialis agar tegak diagnosa penyebabnya.

'Gel Gula' Bisa Lindungi Bayi Prematur dari Kerusakan Otak


Meski tidak sedikit bayi prematur yang bisa bertahan, namun tidak sedikit juga yang justru mengalami kerusakan otak. Untuk menanggulangi masalah tersebut para ahli telah menemukan bahwa "gel gula" bisa membantu bayi prematur terhadap kerusakan otak.

"Dosis gula yang diberikan dalam bentuk gel dan dioleskan ke bagian dalam pipi adalah cara yang murah dan efektif untuk melindungi bayi prematur terhadap kerusakan otak," kata para ahli, dikutip dari BBC, Kamis (26/9/2013).

Gula darah yang sangat rendah mempengaruhi sekitar satu dari 10 bayi yang lahir terlalu dini. Dan jika tidak diobati, maka dapat menyebabkan kerusakan permanen.

Para peneliti dari Selandia Baru menguji terapi gel pada 242 bayi yang berada di bawah perawatan mereka dan berdasarkan hasilnya, cara tersebut seharusnya bisa menjadi terapi lini pertama. Hasil pekerjaan para ahli tersebut telah dipublikasikan di The Lancet.

"Biaya pengobatan dengan menggunakan gel Dextrose ini lebih dari 1 poundsterling (atau sekitar Rp 18.000) untuk setiap bayi dan mudah untuk dijalankan daripada memberikan glukosa melalui infus," kata Prof. Jane Harding dan timnya di University of Aucland.

Pengobatan saat ini biasanya melibatkan makanan ekstra dan pemeriksaan darah berulang untuk mengukur kadar gula darah. Tapi banyak bayi yang dirawat di perawatan intensif dan diberikan glukosa intravena karena gula darah mereka tetap rendah, kondisi ini disebut dokter dengan hipoglikemia.

Penelitian ini melakukan penilaian apakah pengobatan dengan gel dextrose lebh efektif daripada memberi makan seorang diri untuk membalikkan hipoglikemia.


Neil Marlow dari the Institute for Women's Health di University College London, mengatakan bahwa meskipun gel dextrose telah jatuh dan tidak digunakan, temuan ini disarankan ini seharusnya bisa dibangkitkan sebagai pengobatan.

"Kami sekarang telah memiliki bukti berkualitas tinggi yang bernilai," ujarnya.

Andy Cole, Kepala Eksekutif Badan Amal untuk Bayi Prematur, Bliss, mengatakan, "Ini adalah bagian yang sangat menarik dari penelitian baru dan kami selalu menyambut apapun yang memiliki potensi untuk meningkatkan hasil bagi bayi yang lahir prematur atau sakit."

Andy Cole juga mengatakan bahwa pengobatan ini adalah pengobatan yang efektif. "Sementara hasil awal penelitian ini menunjukkan manfaat bagi bayi yang lahir dengan gula darah rendah, jelas ada lebih banyak penelitian yang harus dilakukan untuk menerapkan pengobatan ini," tutur Andy.

Referensi

7526 Anak Usia Remaja di Indonesia Pernah Masuk Penjara


Terus meningkatnya kenakalan dan kejahatan remaja tiap tahunnya membuat makin banyak remaja yang mendekam dalam tahanan.

Namun, pemberian hukuman dengan penahanan dalam penjara dianggap merupakan langkah yang kurang tepat. Karena, proses hukum yang dilakukan ini dianggap tak akan bisa membuat efek jera bagi para remaja yang tersandung masalah hukum dilansir dari lensaindonesia.com.


Kepala Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), Arist Merdeka Sirait mengatakan, saat ini saja ada sekitar 7.526 anak usia remaja yang tercatat mendekam di dalam penjara akibat kenakalannya mulai dari Narkoba, pencurian, perkosaan dan lain-lain.

“Sekitar 28% anak remaja yang mendekam di penjara. Namun pemberian hukuman penjara ini sebenarnya tidak tepat. Karena semua pelaku kejahatan, mereka berkumpul dan bisa jadi saat keluar mereka akan semakin tak terkontrol,” ujar Arist saat berbincang dengan LICOM, Minggu (22/09/2013).

Arist mengungkapkan, seharusnya para penegak hukum lebih memperhatikan lagi langkah penanganan yang harus dilakukan agar para pelaku yang masih terhitung usia belia ini dapat lebih baik.

“Pemerintah dan para penegak hukum harus melakukan pemberdayaan edukasi pada anak, bukan penjara. Karena tidak akan ada efek jera. Penegak hukum harus memberikan pendekatan difersi yang meliabatkan orang tuanya. 

Hal ini dalam rangka menyelesaikan di luar hukum agar anak tak kembali mengulangi kesalahannya lagi. Karena tanggung jawab orang tua juga dibutuhkan dalam penyelesaian masalah anak,” ungkapnya.

Arist menambahkan, setiap tahunnya kejahatan yang pelakunya merupakan anak terus meningkat. Arist menilai, kesalahan penanganan hukum juga sebagai salah satu penyebab meningkatnya anak-anak yang mendekam dalam hotel prodeo.@silma

Ternyata Kafein dalam Minuman Bikin Remaja Jadi Bodoh

Masa remaja diklaim banyak ilmuwan sebagai masa penting dalam pertumbuhan otak. Masalahnya banyak remaja yang suka mengonsumsi minuman berkafein. Padahal sebuah studi memperingatkan kafein dapat menghentikan atau mengganggu perkembangan otak remaja.

Seperti dilansir dari detik.com, Peneliti juga mengungkapkan bahwa perkembangan otak di masa remaja adalah salah satu yang paling penting. Saking krusialnya, jika proses ini terganggu, remaja yang mengalaminya akan rentan terkena schizophrenia, gangguan kecemasan, penyalahgunaan obat-obatan dan mengidap gangguan kepribadian.

Tapi menurut peneliti fokus efek konsumsi minuman berkafein yang mengganggu proses perkembangan otak remaja ini terletak pada 'kemampuannya' mencegah para remaja untuk mencapai tahapan deep sleep dalam tidurnya.

"Optimalisasi (proses perkembangan otak) tampaknya terjadi selama tahapan deep sleep. Jadi saat itu sinapsis (koneksi antarsel) kuncinya diperpanjang, dan yang tidak dibutuhkan dihilangkan sehingga jaringan di dalamnya menjadi lebih efisien dan tentu saja lebih kuat," ungkap peneliti Professor Reto Huber dari University Children’s Hospital, Zurich.

Hal ini telah dibuktikan peneliti dengan menggunakan sejumlah tikus muda untuk percobaan. Ternyata tikus-tikus muda yang diberi minuman berkafein terbukti lebih sulit mencapai tahapan deep sleep dalam tidurnya dibandingkan rekan-rekannya yang hanya minum air putih biasa.

"Koneksi di dalam otak mereka pun terlihat lebih banyak di akhir studi, artinya proses pemangkasan sinapsis tadi terganggu," imbuhnya seperti dilansir Daily Mail, Kamis (26/9/2013).

Yang tak kalah mengejutkan jubir studi ini juga menambahkan rata-rata konsumsi kafein pada anak-anak dan remaja maupun orang dewasa muda terus meningkat hingga 70 persen dalam kurun 30 tahun terakhir dan ini tampaknya akan terus bertambah.

"Industri minuman pun memperlihatkan peningkatan penjualan tercepat, terutama pada segmen minuman berenergi yang mengandung kafein," sambungnya.

Ini yang Terjadi Pada Otak Psikopat Saat Melihat Orang Lain Kesakitan

Psikopat dikenal tidak memiliki rasa empati saat melihat ada orang lain merasa kesakitan. Setelah melakukan penelitian terhadap hasil scan otak narapidana di sebuah penjara, para peneliti menemukan apa yang menjadi penyebabnya.

Psikopati merupakan gangguan kepribadian yang ditandai dengan tidak berperasaan, mencari sensasi dan tidak mau bersosialisasi. Sekitar 23 persen narapidana merupakan psikopat, sementara di populasi umum jumlahnya adalah sekitar 1 persen, seperti dilansir News Max Health, Jumat (27/9/2013).

Dalam penelitian ini, para peneliti menggunakan MRI fungsional untuk mengamati aktivitas otak pada 121 narapidana di sebuah penjara keamanan menengah di Amerika Serikat. Para narapidana ini dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat psikopati mereka; tinggi, sedang atau rendah.

Narapidana-narapidana ini kemudian ditunjukkan beberapa foto gambar yang menunjukkan rasa sakit seperti foto jari yang terjepit di pintu atau kaki yang terjepit di bawah benda berat. Setelah itu mereka diminta untuk membayangkan jika kondisi ini terjadi pada mereka dan terjadi pada orang lain.

Ketika narapidana dengan tingkat psikopat tinggi membayangkan diri mereka dalam situasi yang menyakitkan tersebut, mereka menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi dari normal pada daerah otak yang terlibat pada empati untuk nyeri. Namun hasil yang didapat berbalik ketika mereka membayangkan orang lain kesakitan.

Selain itu, ketika membayangkan orang lain kesakitan, narapidana dengan tingkat psikopat tinggi justru menunjukkan peningkatan aktivitas di daerah otak yang berperan dalam fungsi kesenangan. Inilah sebabnya mengapa mereka tidak memiliki rasa kasihan terhadap orang lain. Para peneliti mengatakan dalam sebuah rilis berita jurnal bahwa temuan ini diharapkan bisa membantu peneliti selanjutnya melakukan pendekatan untuk pengobatan psikopat.

Hasil studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Human Neuroscience.

Hati-Hati Kemampuan Otak Bisa Turun karena Diet


Sedang diet atau cenderung menghitung-hitung kalori yang masuk ke dalam tubuh? Kalau begitu Anda harus berhati-hati, karena diet ternyata tak cuma membuat Anda jadi lebih kurus, tapi juga bisa menjadi bodoh. 

Profesor Ekonomi Sendhil Mullainathan dari Harvard University mengungkapkan bahwa program diet dengan cara menghitung-hitung kalori yang masuk ini akan membuat otak menjadi buntu dan sulit fokus pada satu pekerjaan seperti dilansir dari kompas.com.

Misalnya suatu sore saat sedang rapat di kantor,  ada satu teman yang membawa kue dan diletakkan di meja rapat. Biasanya sembari rapat, ada beberapa orang yang mengambil kue dan memakannya.

Namun jika sedang diet, Anda pasti berpikir seribu kali untuk menyantap kue ini. Padahal seharusnya Anda memerhatikan pembicara rapat. Pada akhirnya, hanya setengah dari pikiran Anda yang ada di rapat dan setengahnya lagi memikirkan kue. "Boleh nggak ya makan satu?" "Berapa kalori kue ini?" "Kalau makan satu kue harus dibakar dengan olahraga apa?" dan lain-lainnya. Pikiran inilah yang akan membuat pikiran tegang dan akhirnya membuat sulit fokus.

Tak cuma dengan kue yang ada di depan mata, hal ini pun juga bisa terjadi dengan kue yang tidak terlihat. Dengan kata lain, Anda hanya berimajinasi dengan kue di otak Anda.

Psikolog mengungkapkan bahwa diet yang dilakukan membuat otak akhirnya membayangkan makanan-makanan nikmat yang tak boleh disantap selama diet, atau yang disebut dengan ngidam. Ngidam pada orang yang berdiet ternyata lebih sering dialami daripada orang yang tidak diet.

Banyak diet yang membutuhkan perhitungan konstan untuk menentukan jumlah kalori. Ini semua akan menyumbat otak Anda. Peneliti menemukan bahwa kebiasaan terlalu banyak menghitung kalori akan menimbulkan penyumbatan pada berbagai hal, misalnya tugas penalaran logis, spasial, pengendalian diri, pemecahan masalah, penyerapan dan penyimpanan informasi baru. Pada akhirnya, otak akan memiliki ritme untuk membatasi atau memperkecil bandwidth di otak.

Kita semua menggunakan bandwidth untuk membuat keputusan di tempat kerja, menahan keinginan untuk berteriak pada anak-anak kita ketika mereka mengganggu kita, atau bahkan untuk fokus pada percakapan selama makan malam atau dalam rapat. Dengan kata lain diet tidak hanya membuat Anda semakin lapar, tapi juga memengaruhi efek psikologis dan fisiologis secara bersamaan.

Semakin kecil bandwidth yang tercipta akibat perilaku menghitung-hitung kalori ini memiliki konsekuensi yang luas, termasuk dalam kesulitan menghapal dan menghitung. Hal ini diilustrasikan dalam studi yang menempatkan peserta diet di antara dua pilihan makanan yaitu salad buah dan kue. Sebelum memilih, peserta diminta untuk mengingat tujuh digit angka, dan setengah lainnya diminta untuk mengingat dua digit angka. Ternyata orang yang memilih menyantap kue daripada salad buah, 50 persen lebih mudah mengingat angka-angka.